Laman

Batalkah Wudlu Bila Bersentuh dengan Perempuan? (lanjutan 2)

SOAL:
Bathalkah wudlu' orang yang bersentuh dengan perempuan yang boleh ia kawin?

JAWAB:
Ada sebagian daripada ulama memandang, bahwa bersentuh dengan perempuan itu membathalkan wudlu'.
Ada sebagian lagi memandang tidak bathal.

Fihak yang mengatakan bathal itu alasannya ialah riwayat dari Mu'adz bin Jabal:
Artinya: Seorang laki-laki pernah datang kepada Rasulullah saw. lalu ia bertanya: Apa hukum Rasulullah tentang seorang laki-laki berjumpa seorang perempuan ia kenal, lalu ia lakukan kepada perempuan itu sekalian apa yang seorang lakukan terhadap isterinya, tetapi tidak ia bersetubuh dengan perempuan itu? Di waktu itu turun ayat ini (yang artinya): "Kerjakanlah shalat di dua bahagian siang dan di permulaan malam, karena kebaikan itu menghilangkan kejahatan."
Maka Rasulullah saw. berkata: Pergilah engkau berwudlu' lantas shalat
. (HR. Ahmad)

Maqshudnya:
Ada orang bertanya kepada Rasulullah: Apa hukum menyentuh, memegang, mencium perempuan lain?
Di waqtu itu turun ayat yang artinya: Kerjakanlah shalat pagi, petang, dan malam, karena kebaikan itu bisa menghilangkan kejahatan.
Sesudah itu Rasulullah suruh orang itu berwudlu' dan shalat.

Dan firman Allah Ta'ala:
Artinya: ... atau kamu menyentuh perempuan ... (Q. An-Nisa 43)
Maqshudnya: Bahwa menyentuh perempuan itu membathalkan wudlu'.

Fihak yang menganggap tidak bathal wudlu' dengan sebab bersentuh perempuan itu, menolak dua keterangan yang ditunjukkan oleh fihak yang mengatakan bathal wudlu' dengan sebab bersentuh perempuan itu.

Mereka yang menolak berkata:
Pertama, bahwa hadiets yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad itu tidak shah. Hadiets-hadiets itu juga diriwayatkan oleh imam-imam Bukhari dan Muslim, tetapi dengan tidak pakai perkataan: "Rasul suruh berwudlu' dan shalat". Oleh sebab itu tidak boleh dijadikan alasan.

Walaupun dipandang shah, tidak bisa juga dijadikan alasan untuk bathal wudlu', karena orang yang bertanya itu tidak menerangkan yang ia sentuh perempun itu ketika ia ada berwudhu'.

Kedua, bahwa perkataan "lamastumun-nisa" di ayat itu sungguhpun menurut ashalnya berarti "menyentuh perempuan" dengan tangan, tetapi di sini tidak boleh dikasih arti itu lagi, melainkan wajib diberi arti "bersetubuh dengan perempuan" karena:

1. Kalau ditetapkan arti "lamastum" itu "bersentuh" niscaya bersentuh dengan ibu dan saudara perempuan juga bathal wudlu', karena ayat itu atau ayat lain tidak mengecualikan ibu atau saudara, dan tidak juga ada hadiets yang mengecualikan begitu, sedang fihak yang membathalkan itu berkata, bahwa bersentuh dengan ibu, saudara dan lain-lain perempuan yang haram dinikahnya itu tidak membathalkan wudlu'.
Dengan apakah daliel mereka mengecualikan begitu? Coba mereka kasi keterangan!

2. Ada diriwayatkan dari Sitti 'Aisyah:
Artinya: Bahwasanya Nabi saw. pernah mencium salah seorang isterinya, kemudian ia shalat, padahal tidak ia berwudlu' (lagi). (HR. Abu Dawud).

Hadiets itu sungguhpun lemah, tetapi kata ulama hadiets, bahwa kelemahannya telah hilang lantaran ada beberapa cabang riwayatnya dari Sitti 'Aisyah.
Telah berkata Hafizh Ihnu Hajar, bahwa hadiets itu diriwayatkan orang atas sepuluh rupa.

Dan diriwayatkan lagi:
Artinya: Telah berkata Sitti 'Aisyah: Pada satu malam saya kehilangan Rasulullah saw. dari tempat tidur, lalu saya meraba dia (di dalam gelap) maka terletaklah dua tangan saya di dua tapak kakinya yang tercacak, sedang ia di dalam sujud. (HSR. Muslim).

Dan ada beberapa lagi Hadiets yang sama artinya atau maqshudnya dengan hadiets-hadiets yang tersebut di atas itu.

Ringkasan:
Fihak yang menganggap bathal wudlu lantaran bersentuh dengan perempuan itu, dalielnya satu hadiets yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan satu ayat Quran, An-Nisa' 43.
Fihak yang berkata tidak bathal wudlu' lantaran bersentuh perempuan itu, menolak hadiets riwayat Imam Ahmad tadi, karena tidak shahnya, dan juga hadiets itu, tidak menunjukkan bathal wudlu' yang menyentuh perempuan, karena sungguhpun Rasulullah ada perintah ia berwudlu' tetapi tak dapat dikatakan yang orang itu ashalnya berwudlu' lantas bathal wudlu'nya dengan sebab bersentuh perempuan itu. Hanya diperintah dia berwudlu' berhubung dengan shalat.

Adapun ayat "lamastumunnisa" itu fihak ini artikan: bersetubuh dengan perempuan, bukan bersentuh dengan perempuan, karena
1. kalau dikatakan bersentuh bathal, niscaya bersentuh dengan ibu dan anak perempuan juga bathal;
2. ada beberapa hadiets yang lemah¹ tetapi jadi shahih lantaran banyak riwayatnya, yaitu hadiets yang menunjukkan Rasulullah pernah cium seorang isterinya lalu terus shalat dengan tidak berwudlu' lagi.
Ada hadiets yang shah, yaitu hadiets riwayat Muslim tentang Sitti 'Aisyah memegang tapak kaki Rasulullah yang sedang shalat.

Keputusan:
Orang yang menganggap bathal wudlu' dengan sebab bersentuh perempuan itu alasannya tidak quat, yaitu hadiets yang dijadikan alasan itu lemah, dan ayat yang dijadikannya alasan itu tidak menunjukkan bathal bersentuh, tetapi bathal bersetubuh, karena ada beberapa hadiets yang menunjukkan Nabi pernah cium isterinya, lantas terus shalat, dan ada pula hadiets yang menunjukkan Nabi ada pernah disentuh oleh isterinya selagi ia shalat.

Oleh sebab sekalian yang tersebut itu teranglah kepada orang yang berfikiran, bahwa menyentuh perempuan itu tidak membathalkan wudlu', walaupun perempuan yang halal dinikahnya.
A.H.

¹ Imam al-Bazaar ada meriwayatkan hadiets ini dengan sanad yang shah (jayyid). Lihat al-Muhalla I:246, noot, dan Ibnut-Turkumaniy di Baihaqiy I:125. AQ.

Buku: 1
Halaman: 60-63
Penjawab: A. Hassan

Batalkah Wudlu Bila Bersentuh dengan Perempuan? (lanjutan)

SOAL:
"Au-lamas-tumunnisa" itu maqshudnya bahwa kalau kamu sentuh perempuan bathallah wudlu' kamu. Kalau betul begitu, manakah keterangan tentang bathal wudlu' perempuan lantaran bersentuh itu?

JAWAB:
Tentang sentuh perempuan itu, sudah kita terangkan di muka dan P.I. Nomor 8 kaca 40-48. Di situ tuan bisa dapat tau apa maqshud sentuh.

Adapun tentang bathal wudhu' perempuan lantaran bersentuh itu diambil dari keterangan-keterangan yang tersebut di bawah ini:

1. "Lamastum" atas timbangan "fa'-'al-tum" itu mempunyai arti musyarakah, ya'ni bersekutu. Jadi artinya yang jelas ialah "bersentuhan", yaitu laki-laki sentuh perempuan dan perempuan sentuh laki-laki. Maka apabila hal persentuhannya itu sama, tak dapat tiada hukumnya juga sama.

Ringkasnya ayat itu: Bahwa kalau kamu sentuh perempuan atau perempuan sentuh kamu, maka bathallah wudlu' kamu (ya'ni kamu laki-laki dan perempuan).

2. Sabda Nabi saw.:
Artinya: Apabila bertemu kemaluan dengan kemaluan, maka wajiblah mandi. (HSR. Muslim)

Dan ada beberapa hadiets lagi yang ma'nanya, bahwa apabila bersentuh laki-laki dengan perempuan maka wajiblah mereka mandi.

Jelasnya: ayat itu sendiri ada mempunyai arti, bahwa kalau laki-laki dengan perempuan bersentuhan (bersetubuh), maka bathallah wudlu' keduanya. Tetapi kedatangan hadiets itu telah menjadikan arti ayat itu lebih terang, atau boleh dibilang hadiets tadi menjadi afsir bagi ayat itu.
A.H.
Buku: 1
Halaman: 59-60
Penjawab: A. Hassan

Batalkah Wudlu Bila Bersentuh dengan Perempuan?


SOAL:
Suami yang dalam shalat, dengan tak sengaja si isteri menyentuh tangannya atau kakinya yang tak terbungkus. Apakah bathal shalatnya, dan wajibkah ia mengambil wudlu lagi buat melanjutkan shalatnya?

JAWAB:
Di fashal yang tersebut, ulama-ulama ahlulfiqh ada terbagi dua firqah.
Firqah yang pertama berpendapat, bahwa bersentuhan lelaki dengan perempuan yang boleh dikawin dengan tiada berlapis (lapik), dengan syahwat atau tidak itu, membathalkan wudlu.
Adapun firqah yang kedua berpendapat bahwa bersentuhan dengan perempuan itu tidak membathalkan wudlu.

Kedua-duanya firqah itu ada berdaliel dengan ayat Quran menurut faham masing-masing.

Pendapat firqah pertama:
Firqah pertama ini ada mengatakan bahwa bathalnya wudlu dengan sebab bersentuhan sebagaimana di atas tadi, lantaran Allah telah berfirman begini:
Artinya: Atau kamu itu bersentuhan dengan perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka tayammumlah ... (Q. An-Nisa' 43)

Perkataan
lams yang tersebut di ayat ini artinya menurut ashal bahasa ialah persentuhan suatu barang dengan lainnya.

Pendapat firqah kedua:
Ada sebagian dari ulama mufassirien yang berkata, bahwa perkataan lams itu apabila berhubungan dengan perempuan, tidak boleh diartikan bersentuhan, tetapi harus diartikan jima' (bersetubuh).

Inilah misalnya:
artinya: Dia mempersetubuhi isterinya.
Jadi, tidak boleh diartikan sebagai arti ashal (letterlijk), tetapi harus diartikan dengan arti majaz (figuulijk).

Membaca Quran tanpa Wudlu

SOAL:
Orang yang tidak berwudlu bolehkah pegang dan mengaji Quran?

JAWAB:
Memegang Quran itu tidak perlu kepada wudlu sebagamana kita sudah jawab di halaman 43 s/d 52.
Adapun yang mengaji Quran itu tidak ada siapapun memestikan berwudlu.
Lantaran itu teranglah, bahwa baca Quran itu tidak perlu kepada wudlu.
A.H.
Buku: 1
Halaman: 53
Penjawab: A. Hassan

Sentuh/Pegang Quran tanpa Wudlu (lanjutan)

SOAL:
Berhubung dengan masalah yang tersebut di muka fashal "Menyentuh atau membaca Quran tidak perlu wudlu" dengan beralasan satu hadiets:
 
Hadiets mana menurut keterangan tuan, di isnadnya ada seorang yang lemah, begitu juga diquatkan oleh Imam Nawawi, bahwa salah satu dari rawinya ada tercela, dan hal ketidakshahnya hadiets tersebut, tuan menganggap sudah cukup, maka dengan ini saya akan bertanya:
Betulkah hadiets tersebut tidak shah, padahal di dalam Al-Quran ada ayat yang menerangkan:
Artinya: Tidak menyentuh (memegang atau beriman) kepada Al-Quran, melainkan orang-orang yang suci. (Q. Al-Waqiah 79)

Apakah ma'na dari hadiets tersebut tidak bersamaan dengan firman Tuhan itu?

Bukan maqsud saya di sini tidak menyetuui dengan keterangan yang tuan telah sebutkan di muka, tapi saya hanya minta keterangan tentang tidak shahnya hadiets itu, sedang hadiets itu seolah-olah menjadi keterangan dari firman Tuhan itu bukan?

Sentuh/Pegang Quran tanpa Wudlu

SOAL:
Di dalam kitab Sirajul-Munir terdapat hadiets:
itu sanadnya ada shahih, bagaimanakah betulnya dan manakah yang quat?

JAWAB:
Hadiets itu di sanadnya ada seorang yang lemah, lantaran itu maka Imam Nawawi dan lain-lain ahli hadiets menganggap hadiets itu lemah.

Menurut qaidah ahli hadiets, bahwa:
Artinya: Celaan itu didahulukan daripada pujian.

Maqsudnya, bahwa salah satu dari orang-orang yang meriwayatkan satu hadiets itu, kalau dicela oleh satu ahli hadiets, tetapi ada pula lain ahli hadiets memandang orang itu tidak tercela, maka perkataan orang yang mencela itulah yang dipakai; dan perkataan orang yang memuji itu tidak dipakai. Sebabpun dipakai perkataan orang yang mencela, karena ia ada menunjukkan kecelaan orang yang ia cela, umpama orang itu suka dusta, suka lupa dan sebagainya.
Adapun pemuji itu terus memuji orang yang tercela tadi, ia tak tahu yang orang itu suka dusta, suka lupa dan sebagainya.

Maka hadiets:
tadi, Imam Nawawi dan lain-lainnya menganggap lemah, lantaran satu dari rawinya ada tercela.
Hal ini tidak diketahui oleh satu golongan, maka lantaran itu mereka anggap hadiets itu shahih.

Misalnya:
Ada seorang tertuduh yang ia mencuri.
Orang ini tentu dibawa ke hadapan hakim. Hakim nanti bertanya: Adakah saksi yang tahu orang ini mencuri?
Kalau ada saksi yang cukup, tentu hakim menghukum orang itu sebagaimana mestinya, walaupun di waqtu itu ada seribu orang berkata: Orang ini baik.

Dengan keterangan ini cukuplah rasanya untuk menerangkan ketidak-shahan hadiets itu.


Sekarang marilah kita pandang hadiets itu sebagai hadiets yang shah, lalu kita fikirkan ma'nanya.
Artinya: Tidak akan (atau tidak boleh) menyentuh Quran melainkan orang yang "thahir". (HR. Al-Atsram)

Menurut ilmu "ushul fiqh", perkataan "thahir" itu dikatakan "musytarik", yaitu satu perkataan yang mempunyai beberapa arti yang berlainan:

Doa Sesudah Wudlu

SOAL:
Apakah hukumnya membaca doa sesudah wudlu?

JAWAB:
Membaca syahadat sesudah wudlu itu ada disuruh oleh Nabi, oleh karena itu, hendaklah kita kerjakan sebagaimana yang diajarkan olehnya:
(klik untuk memperbesar)
Artinya: Aku mengaku bahwasanya tidak ada Tuhan lain daripada Allah, tunggal Ia, tidak ada sekutu bagiNya; dan aku mengaku, bahwasanya Muhammad itu hamba Allah dan RasulNya.
(H.S.R. Muslim)
Inilah Hadiets yang sah dari hal ucapan sesudah mengambil wudlu. Menurut riwayat Tirmidzi, sesudah syahadat itu ada tambahan doa:
(klik untuk memperbesar)
Artinya: Hai Tuhan! Jadikanlah aku satu daripada orang-orang yang suka taubat dan satu daripada orang-orang yang suka kepada kebersihan.

Pendeknya menurut hadiets-hadiets yang sahieh, di permulaan wudlu, Nabi ada baca bismillah dan di penghabisannya Nabi ucap syahadat yang tersebut tadi.

Riwayat yang pakai tambahan inii, dan lain-lain tambahan, semuanya lemah.

Adapun riwayat-riwayat yang mengatakan ada doa waktu cuci tiap-tiap anggota itu, terlebih lemah, hingga ada ulama berkata riwayat itu tidak ada asalnya.

H.M.A.
Buku: 1
Halaman: 42-43
Penjawab: H. Mahmud Aziz

Menyapu Telinga Waktu Wudlu

SOAL:
Apakah hukumnya menyapu telinga?

JAWAB:
Adapun menyapu telinga waktu berwudlu itu, adalah dikerjakan oleh Nabi sebagaimana yang diriwayatkan:
Artinya: Berkata Ruhaiyi': Aku pernah lihat Rasulullah mengambil wudlu kemudian ia sapu kepalanya yang sebelah depan dan belakang dan dua pelipisan atas, dan dua telinganya dengan satu kali sapu. (H.R. Abu Dawud)

dan diriwayatkan:
Artinya: Bahwa Ibnu 'Abbas telah melihat Rasulullah mengambil wudlu ... dan menyapu akan kepalanya dan dua telinganya dengan satu kali sapu. (H.S.R. Ahmad)

Buat keterangan lebih jauh dan lebih lanjut di dalam hal ini, harap tuan baca kitab Al-Burhan yang kedua, keluaran "Persatuan Islam" Bandung dan dalam itu kitab diterangkan dengan seterang-terangnya.
H.M.A.
Buku: 1
Halaman: 42
Penjawab: H. Mahmud Aziz

Ambil Wudlu dalam Bijana (kurang dari dua kulah)

SOAL:
Bolehkah mengambil wudlu’ dalam bijana saja, dan bolehkah memakai air yang musta’mal?

JAWAB:
Mengambil wudlu’ di satu bijana itu, tidak ada larangannya.

Perhatikanlah riwayat dari Abdullah bin Zaid yang menceriterakan sifat wudlu Nabi s.a.w.

Begini ia berbuat:
Artinya: ... kemudian ia minta air satu bjjana, lalu ia tuang di atas dua tangannya, lalu ia basuh tangan itu tiga kali; sesudah itu ia masukkan tangannya (ke dalam bijana) itu, lantas ia keluarkan, lalu ia berkumur-kumur dan ia naikkan air ke hidung dengan air secedukan itu, lalu ia buat begitu tiga kali; kemudian ia masukkan tangannya (ke dalam bijana), lalu ia keluarkan, lantas ia cuci muka tiga kali, kemudian ia masukkan (lagi) tangannya, lalu ia keluarkan, lantas ia basuh dua tangannya sampai siku, dua kali, dua kali ... (H.S.R. Bukhari dan Muslim)

dan diriwayatkan:
Artinya: Bahwa Rasulullah pernah mandi dengan air kelebihan dari Maimunah (isteri Nabi). (H.S.R. Ahmad dan Muslim)

dan diriwayatkan:


Artinya: Seorang daripada isteri Nabi, mandi di satu bjjana kayu yang besar, kemudian datang Nabi hendak mengambil wudlu atau hendak mandi, maka berkata isteri Nabi itu: Ya Rasulullah! Sesungguhnya saya tadi berjunub. Kata Nabi: Bahwasanya air itu tidak berjunub. (H.S.R. Ahmad dan Abu Dawud)

Dari Hadiets yang disebutkan itu nyatalah bahwa air yang telah terpakai itu, boleh dipakai lagi dan tidak dihukum bernajis atau musta’mal.

Ada juga ulama yang mengatakan air yang sudah terpakai itu, jadi najis, dan ada pula yang mengatakan, tidak mensucikan lagi.

Alasan dan keterangan daripada mereka itu, semuanya lemah, seperti yang telah dinyatakan dalam kitab Al-Burhan, bahagian pertama, kaca 3-9 keluaran "Persatuan Islam" Bandung.
H.M.A.
Buku: 1
Halaman: 41-42
Penjawab: H. Mahmud Aziz

Najiskah Minyak Wangi?

SOAL:
Apa hukum minyak wangi yang bercampur alkohol¹) dipakai di badan atau di pakaian?

JAWAB:
Arak²) atau alkohol itu, menurut Quran dan Hadiets, sudah tentu haram diminum. Di Quran atau dari Hadiets atau dari Shahabat-shahabat tidak ada satupun keterangan yang menunjukkan arak itu najis.

Memang ada tersebut di kebanyakan kitab-kitab fiqh mutaakhkhirin³) bahwa arak itu najis. Kalau kena kain atau badan, wajib dicuci; dan ada pula dongengan dari orang-orang madzhab Hanafi, bahwa tangan yang kena arak itu, mesti dipotong.

Sekalian itu hanya fikiran orang-orang yang menyangka, bahwa fikiran-fikirannya itu hukum Agama.

Boleh jadi mereka sangka, bahwa tiap-tiap yang haram itu hukunmya najis. Tetapi heran kita, mengapa mereka tidak hukumkan racun itu najis, sedang memakan racun itu hukumnya haram?

Ringkasnya:
1. Arak itu haram diminum. Kalau kita mau gunakan tempat minuman atau tempat makanan yang bekas arak, wajib dicuci dahulu, karena termakan bekasnya itu sama dengan meminum dia.

2. Tidak ada satupun daliel Agama yang mengatakan, bahwa kain, baju atan badan kita, kalau kena arak, wajib dicuci. Lebih lagi tidak ada daliel yang mengatakan tidak shah shalat seseorang yang pakaiannya, badannya atau tempat shalatnya kena arak.

Kalau ada keterangan dan Allah atau RasulNya, mintalah kiyahi-kiyahi unjukkan.
A.H.
         
¹) Alkohol itu asalnya bahasa Arab: Alghol.
Artinya raksasa. Nama itu diberi kepada pati arak, lantaran khasiatnya yang seperti raksasa itu.
²) Arak itu asalnya dari bahasa Arab yaitu minuman yang memabukkan yang diambil dari titisan (al-aroq).
³) Ulama yang sesudah abad ke III atau th. ke 400 H.

Buku: 1
Halaman: 40
Penjawab: A. Hassan

Perihal Najis Babi

SOAL:
Di dalam Kitab Soal Jawab, tuan ada sebut, bahwa daging babi itu najis buat dimakan. Maka najis yang tuan kehendaki itu adakah najis pada loghat atau najis pada Syara’?

Kalau tuan berkata, bahwa daging babi itu najis pada loghat, maka haruslah kita berpegang kepada najis yang dikehendaki oleh loghat, padahal najis yang dikehendaki oleh Syara’; yaitu kotor yang menegahkan shalat, sebagaimana tersebut dalam kitab kamus "Al-Mishbahul-Munir"?

Kalau tuan bilang, bahwa daging itu najis pada Syara', maka tidakkah menyalahi keterangan yang tersebut di kitab kamus itu, karena kamus itu mengatakan, bahwa najis itu ialah kotoran yang menegah shahnya shalat, sedang tuan berkata bahwa membawa daging babi ke dalam shalat itu tidak membathalkan shalat?

JAWAB:
Pertanyaan yang di atas itu, kalau diringkaskan dan ditambah dan dijadikan tujuh pertanyaan seperti yang tersebut di bawah inii, barangkali akan jadi terang dan mudah dijawab dan difaham:
a. Apakah yang dinamakan najis pada loghat?
b. Apakah yang dikatakan najis pada Syara’?
c. Apa arti najis dan rijis yang di dalam Quran?
d. Apakah dia barang-barang najis yang tak boleh dibawa shalat?
e. Apakah tiap-tiap barang yang haram dimakan itu, najis buat dibawa shalat?
f. Apakah wajib kita cuci badan atau kain kita yang kena bekas basah babi atau dagingnya?

JAWAB:
a. Najis pada loghat itu tidak lain melainkan barang yang kotor, maupun dipandang kotor oleh Agama ataupun tidak.

b. Najis pada pandangan Agama dan ulama Agama ada terbagi tiga:
Pertama, najis yang diperintah bersihkan badan daripadanya sebelum shalat.
Kedua, najis yang tak boleh dimakan.
Ketiga, najis di dalam i’tiqad, yaitu seperti i’tiqad orang Musyrik.
Yang ketiga itu dinamakan najis ma‘nawi, yaitu najis yang tak dapat dirasa dengan pancaindera.

c. Perkataan najis yang tersebut di dalam Quran hanya sekali saja, yaitu:
Artinya: "Orang-orang musyrik itu tidak lain melainkan najis." (Q. Al-Bara'ah 29)

Yang dimaqshudkan najis di sini ialah najis ma’nawi, yaitu i’tiqad mereka yang najis, bukan badan mereka.

Adapun perkataan rijs di dalam Quran, ada sepuluh kalimah, tersebut di sembilan tempat:
Di Al-Maidah 90, arak, judi, an-shab dan azlam dikatakan rijs.
Di Al-An’am 146, babi disebut rijs.
Di Al-A’raf 71, Al-Ahzab 33, pekerjaan yang jahat dinamakan rijs.
Di Al-Bara'ah 95, orang fasiq disebut rijs.
Di Al-Baraah 125, nifaq dinamakan rijs.
Di Al-An’am 126, Yunus 100, kekufuran dipandang rijs.
Di Al-Hajj 30, berhala dikatakan rijs.

Dari itu sekalian, dapatlah kita tentukan, bahwa makanan dan minuman yang terlarang, pekerjaan dan 'itiqad yang jahat, berhala dan sebagainya itu disebut rijs, ya’ni kotor.

Tidak sekali-kali dapat dikatakan rijs itu barang kotor atau najis yang wajib kita cuci tangan kalan kita pegang.

Orang yang menentukan rijs dengan ma’na najis yang tak boleh dibawa shalat itu perlu beri keterangan.


Daging Daging Babi Tidak Najis

SOAL:
Tersebut di kitab Pengajaran Shalat, yang diterbitkan oleh "Persatuan Islam", Bd, ma'nanya begini:
"Tidak ada keterangan melarang orang membawa shalat akan daging babi atau air bekas dijilat oleh anjing."

Kalau begitu bolehkah kita bawa shalat akan tahi, kencing, darah haidh, darah nifas, atau madzi, karena kita disuruh hanya bersihkan badan daripada hadats kecil dan hadats besar; dan daripada najis-najis yang tersebut, dan disuruh kita bersihkan pakaian dan tempat shalat dari pada najis-nalis yang tersebut itu, sedang tentang larangan bawa shalat tidak ada?

JAWAB:
Daging babi itu, menurut Quran, haram dimakan, tetapi tidak ada keterangan yang mengatakan wajib dicuci badan, pakain atau tempat shalat yang kena daging babi.

Daging babi itu serupa racun. Racun haram dimakan, tetapi tidak ada keterangan yang ia najis yang mesti dicuci. Begitu juga arak. Adapun air yang disisai oleh anjing itu terutama sekali tidak boleh diminum, sebagaimana kita telah terangkan di pertanyaan yang di atas. Begitu juga makanan yang disisainya, karena yang dapat kita pandang jadi sebab bagi najis, atau ta’ boleh diminum air itu lidahnya atau lidah dan air liurnya.

Adapun tahi, kencing, darah haidh, darah nifas dan madzi itu, diperintah kita membersihkan diri daripadanya dengan tidak dibedakan di luar shalat atau dalam shalat. Oleh sebab itu, wajib kita jauhi diri dari pada najis-najis itu di segenap waktu, terutama sekali di waktu shalat. Maka kiranya seorang terbawa najis itu ke dalam shalat dengan tidak sengaja, ta’ dapatlah kita katakan dia berdosa atau tidak sah shalatnya.

Tetapi orang yang membawa najis yang tersebut ke dalam shalat dengan sengaja itu, sudah tentu berdosa, lantaran tidak menurut perintah menjauhkan diri daripada najis-najis, tetapi tidak dapat juga dikatakan tidak sah shalatnya.

Menurut surat T.H.I. Tebing Tinggi nampaknya ada orang bertanya kepadanya: Apa hukum orang bungkus najis yang tersebut lalu ditaroh di sorban atau kopiah lantas dibawa shalat?

Kita jawab dengan ringkas sahaja, bahwa orang yang berbuat begitu bukannya orang yang mau ber'ibadat kepada Tuhan, tetapi orang yang mau main-main atau menghina, karena apakah perlunya ia bawa najis itu ke dalam shalat?

Dan juga kita pandang orang yang berkata begitu bukannya orang yang mau tanya masalah tetapi orang yang mau main-main dengan Agama. Orang yang sebenarnya menghormati Agamanya itu ialah orang yang bertanya apa-apa maslahat yang perlu ia kerjakan sekarang atau akan perlu dikerjakan nanti.

Orang yang mau bungkus kotoran lantas bawa shalat dengen alasan, bahwa badannya tidak kena najis itu, sepatutnya bungkusan itu ia telan ke dalam perutnya dengan alasan ia telan bungkusan-bungkusan bukan telan kotoran.
A.H.
Buku: 1
Halaman: 35-36
Penjawab: A. Hassan

Babi Haram Dimakan Tidak Najis Disentuh

SOAL:
Tersebut di Al-Burhan fashal kedua belas, bahwa daging yang haram dimakan itu tidak najis terkena pada badan dan sebagainya.
Betulkah begitu?

JAWAB:
Betul begitu. Ya’ni daging yang haram dimakan itu, kalau kena di badan atau tempat shalat, tidak perlu dicuci, karena yang dikatakan haram dan najis itu, ialah untuk dimakan.
A.H.
Buku: 1
Halaman: 35
Penjawab: A. Hassan

Bersentuh Kulit dengan Anjing dan Babi yang Basah

SOAL:
Apakah hukum kalau bersentuh kulit dengan babi atau anjing yang basah, wajibkah disertu?

JAWAB:
Adapun babi menurut ayat Quran haram dimakan, tetapi tidak ada keterangan yang mengatakan najisnya.
Dengarlah firman Allah:
Artinya: "Diharamkan atas kamu bangkai, darah dan daging babi." (Q. Al-Maidah 4)

Haram itu tidaklah menunjukkan kepada najisnya. Begitu juga arak dan lain-lain barang makanan dan minuman yang haram. Yaitu seperti racun umpamanya, haram dimakan, tetapi tidak najis buat dipegang.

Adapun tentang anjing adalah bersalahan ulama, dengan tiga perkataan:
1. Mengatakan anjing itu najis sekalian badannya.
2. Mengatakan suci, sekalian badannya.
3. Mengatakan najis air liurnya.

Sungguhpun telah kita nyatakan persalahan ulama itu, tetapi kita ini disuruh mengikuti Quran dan Hadiets. Oleh karena itu, kita tidak berani mengatakan ini najis atau tidaknya, sebelum ada keterangan dari Allah atau RasulNya.

Dalam Islam ada asas, bahwa suatu barang itu ashalnya suci dan halal, maka tidak harus kita katakan najis atau haram, kalau tidak ada keterangan yang mengharamkan atau yang menajiskan.
Dengarlah firman Allah:
Artinya: "Sesungguhnya Allah telah menyatakan kepada kamu apa-apa yang aa haramkan atas kamu." (Q. Al-An'am 119)

Adapun tentang anjing, ada Hadiets begini:

Artinya: "Bersihnya bijana salah seorang daripada kamu, apabila dijilat oleh anjing, ialah dengan dicuci tujuh kali, yang mula-mulanya dengan tanah." (H.S.R. Muslim)

Pendeknya, bahwa babi itu haram atau najis buat dimakan. Kalau daging babi kena di badan kita, tidak ada keterangan tentang wajib mencucinya. Adapun air yang disisai oleh mulut anjing itu, wajib dibuang, dan tempat air itu wajib dicuci.

Kalau anjing menjilat pakaian atau badan kita tidak ada keterangan tentang wajib mesti dicucinya.
Hukum air tadi tak dapat disamakan dengan badan dan pakaian, karena berlainan jenisnya.
Itu barang cair, dan ini barang keras.
H.M.A.
Buku: 1
Halaman: 33-35
Penjawab: H. Mahmud Aziz

Hukum Sisa Makanan Anjing

SOAL:
Apa keterangan tentang haram dimakan dan diminum sesuatu makanan atau minuman yang disisai oleh anjing?
Kalau tuan bilang, bahwa keterangannya itu Hadiets yang ke 26, 27 dan 28 dari kitab Al-Burhan, yaitu sabda Rasul:
 
Artinya: "Apabila anjing meminum di bijana seorang daripada kamu, hendaklah ia cuci akan (bijana) itu tujuh kali.”
Maka kami belum menerima, sebab Hadiets itu hanya menyuruh mencuci najis hukmi saja, supaya boleh dipakai bijana itu, bukan supaya boleh dimakan.

JAWAB:
Menurut Hadiets itu dan juga menurut pengakuan tuan, bahwa kita diperintah cuci bijana itu tidak lain, melainkan supaya bisa dipakai bijana itu, yaitu berarti, bahwa sebelum dicuci, tak boleh dipakai bijana itu, dan teristimewa lagi airnya.

Maka arti tidak boleh memakai air itu ialah, tidak boleh digunakan buat cuci barang-barang, buat badan dan teristimewa pula buat diminum.

Jadi, di Hadiets yang tuan belum terima keterangannya itu, sudah ada jawaban bagi pertanyaan tuan dengan secukupnya.

Haraplah tuan memperhatikan lagi keterangan-keterangan itu dengan perlahan-lahan. Kalau ada yang masih kurang terang di tentang itu, bolehlah tuan bikin pertanyaan lagi.
A.H.
Buku: 1
Halaman: 33
Penjawab: A. Hassan

Hukum Kulit Bangkai

SOAL:
1. Tersebut di Al-Burhan fasal kesebelas, bahwa kulit bangkai babi atau lain-lainnya, tidak suci, kalau belum disamak.
Apa maqshudnya?

JAWAB:
Maqshudnya, bahwa kulit bangkai yang belum disamak itu, hukumnya najis, kalau hendak digunakan taroh air padanya. Tetapi kalau kulit itu kena di badan dan sebagainya, maka yang kena itu, tidak wajib dicuci.

SOAL:
2. Tersebut di kitab Al-Burhan fasal yang kesebelas, bahwa semua macam kulit bangkai, walaupun kulit babi, kalau disamak jadi suci.
Betulkah begitu?

JAWAB:
Betul, kulit itu, jadi suci untuk dipakai buat taroh air minum padanya. Ya’ni sebelum disamak, kulit bangkai itu tidak boleh digunakan untuk taroh air minum padanya, karena kulit yang belum disamak itu, kalau ditaroh air akan berpisah dzat-dzat, seperti gemuknya atau lendirnya dari kulit itu ke air.

Maka yang meminum air itu, berarti memakan bangkai.

Adapun kulit yang sudah disamak, kalau kita taroh di air, tidak akan berpisah apa-apa dari kulit itu ke air.
A.H.
Buku: 1
Halaman: 32
Penjawab: A. Hassan

Musyrik Tak Najis

SOAL:
S. Al-Bara'ah, ayat 28 bunyinya:
Betulkah artinya itu bahwa orang-orang musyrik itu tidak lain, melainkan najis (badannya)?
Kalau betul, mengapakah dibenarkan kita kawin kepada perempuan Yahudi dan Nasrani?

JAWAB:
Betul Ayat itu berarti: Orang-orang musyrik itu tidak lain melainkan najis, tetapi menurut beberapa Hadiets, teranglah, bahwa yang dimaqshudkan dengan najis disini ialah najis i’tiqad, najis perangai, bukan najis badan.

Adapun perempuan Yahudi dan Nasrani itu tidak dipandang najis dan tidak dihukum musyrik oleh Islam.
A.H.
Buku: 1
Halaman: 31-32
Penjawab: A. Hassan

Air Mulut Orang Kafir

SOAL:
Bolehkah kita bawa shalat pakaian yang diseterika oleh orang Cina dengan pakai semburan air mulutnya lebih dahulu?

JAWAB:
Tidak ada satupun keterangan dan Quran atau Hadiets, yang mengatakan mulut atau air liur orang kafir itu najis, walaupun ia memakan babi.

Oleh sebab itu, sudah tentu pakaian yang digosok dengan semburan air mulutnya itu, tidak najis buat dibawa sembahyang. Tetapi kalau merasa geli atau jijik, itu ada lain perkara.
A.H.
Buku: 1
Halaman: 31
Penjawab: A. Hassan

Daftar Soal Jawab

THAHARAH
Air Mulut Orang Kafir
Musyrik Tak Najis
Hukum Kulit Bangkai
Hukum Sisa Makanan Anjing
Bersentuh Kulit dengan Anjing dan Babi yang Basah
Babi Haram Dimakan Tidak Najis Disentuh
Daging Babi Tidak Najis
Perihal Najis Babi
Najiskah Minyak Wangi?
Ambil Wudlu dalam Bijana (kurang dari dua kulah)
Menyapu Telinga Waktu Wudlu
Doa Sesudah Wudlu
Sentuh/Pegang Quran tanpa Wudlu
Sentuh/Pegang Quran tanpa Wudlu (lanjutan)
Membaca Quran Tanpa Wudlu
Batalkah Wudlu Bila Bersentuh dengan Perempuan? 
Batalkah Wudlu Bila Bersentuh dengan Perempuan? (lanjutan)
Batalkah Wudlu Bila Bersentuh dengan Perempuan? (lanjutan 2)