Laman

Batalkah Wudlu Bila Bersentuh dengan Perempuan?


SOAL:
Suami yang dalam shalat, dengan tak sengaja si isteri menyentuh tangannya atau kakinya yang tak terbungkus. Apakah bathal shalatnya, dan wajibkah ia mengambil wudlu lagi buat melanjutkan shalatnya?

JAWAB:
Di fashal yang tersebut, ulama-ulama ahlulfiqh ada terbagi dua firqah.
Firqah yang pertama berpendapat, bahwa bersentuhan lelaki dengan perempuan yang boleh dikawin dengan tiada berlapis (lapik), dengan syahwat atau tidak itu, membathalkan wudlu.
Adapun firqah yang kedua berpendapat bahwa bersentuhan dengan perempuan itu tidak membathalkan wudlu.

Kedua-duanya firqah itu ada berdaliel dengan ayat Quran menurut faham masing-masing.

Pendapat firqah pertama:
Firqah pertama ini ada mengatakan bahwa bathalnya wudlu dengan sebab bersentuhan sebagaimana di atas tadi, lantaran Allah telah berfirman begini:
Artinya: Atau kamu itu bersentuhan dengan perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka tayammumlah ... (Q. An-Nisa' 43)

Perkataan
lams yang tersebut di ayat ini artinya menurut ashal bahasa ialah persentuhan suatu barang dengan lainnya.

Pendapat firqah kedua:
Ada sebagian dari ulama mufassirien yang berkata, bahwa perkataan lams itu apabila berhubungan dengan perempuan, tidak boleh diartikan bersentuhan, tetapi harus diartikan jima' (bersetubuh).

Inilah misalnya:
artinya: Dia mempersetubuhi isterinya.
Jadi, tidak boleh diartikan sebagai arti ashal (letterlijk), tetapi harus diartikan dengan arti majaz (figuulijk).


Keterangan mereka ini dibantah oleh firqah pertama begini:
Perkataan bersentuhan itu betul boleh diartikan dengan bersetubuhan, apabila dipakai dengan perkataan
mass, tetapi kalau dengan perkataan lams, maka tidak boleh diartikan melainkan dengan ma'na bersentuhan, lantaran Allah memperkatakan bersentuhan yang dimaqshudkan bersetubuh di dalam Quran itu, tak lain melainkan dengan perkataan mass.

Lihatlah firman Allah yang berikut di bawah ini:
Artinya: Tidak ada tanggungan atas kamu, kalau kamu itu ceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu sentuh (setubuhi) mereka itu, atau sebelum kamu tentukan satu ketentuan (maskawin) untuk mereka itu ... (Q. Al-Baqarah 236)

Artinya: Dan jika kamu ceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu sentuh (setubuhi) mereka, padahal kamu telah tentukan bagi mereka itu satu ketentuan (maskawin), maka (wajib kamu bayar) separoh dari apa yang kamu telah tentukan ... (Q. Al-Baqarah 237)
dan
Artinya: Berkata (Maryam): Bagaimana aku bisa mempunyai anak sedang aku belum pernah disetuh (disetubuhi) oleh orang, dan aku bukan orang jahat. (Q. Maryam 20)
dan
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu berkawin perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu sentuh (setubuhi) mereka, maka tidak wajib mereka ber'iddah untuk kamu (satu masa) yang kamu mesti hitung. (Q. Al-Ahzab 49)

Dengan keterangan empat ayat ini, bisa kita ketahui, bahwa perkataan lams yang di ayat ke-1 itu artinya bersentuhan bukan bersetubuhan.

Ada contoh dari hadiets Nabi saw. yang perkataan lams yang berhubungan dengan perempuan itu artinya hanya bersentuhan belaka. Inilah keterangannya:
Artinya: Telah berkata Ibnu 'Abbas: Tatkala Ma'iz bin Malik datang kepada Nabi saw. (mengaku yang ia berzina), bersabdalah beliau kepadanya begini: Barangkali engkau mencium atau menyentuh atau melihat? Jawab dia: Tidak! Ya, Rasulullah. Berkata (Ibnu 'Abbas): Maka sesudah itu beliau menyuruh supaya dia itu direjam. (HSR. Al-Isma'ile)
Telah nyatalah sekarang, bahwa ayat yang ke-1 tadi ada berma'na, bahwa menyentuh perempuan itu membathalkan wudlu. Hal ini dibantu pula oleh hadiets Nabi saw. begini:
Artinya: Telah berkata Mu'adz bin Jabal: Seorang lelaki pernah datang kepada Rasulullah saw., lalu ia bertanya: Ya, Rasulullah! Apa hukum tuan tentang seorang lelaki berjumpa seorang perempuan yang ia kenal, lalu ia lakukan kepada perempuan itu sekalian apa yang seorang lakukan terhadap kepada isterinya, tetapi tidak ia setubuhi perempuan itu? Di waqtu itu turun ayat ini, (yang artinya): "Kerjakanlah shalat yang di dua bahagian siang dan di permulaan malam, karena kebaikan itu bisa menghilangkan kejahatan. Yang demikian itu satu peringatan bagi orang-orang yang suka ingat." Kemudian beliau bersabda kepadanya begini: Pergilah engkau berwudlu' lantas shalat. (HR. Ahmad, Turmudzie, Daraquthnie dan Hakim)
Maqsudnya:
Ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw.: Apa hukum seorang lelaki yang menyentuh, memegang, mencium perempuan lain? Di waqtu itu turun ayat yang artinya: Kerjakanlah shalat pagi, petang, dan malam, karena kebaikan itu bisa menghilangkan kejahatan. Sesudah itu Rasulullah saw. suruh orang itu berwudlu' dan shalat.

Ada lagi riwayat:
Artinya: Telah berkata Ibnu 'Umar: Ciumnya lelaki akan isterinya atau menyentuhnya kepadanya dengan tangannya itu masuk bilangan mula-masah. Maka barang siapa mencium isterinya atau menyentuh dia dengan tangannya, maka wajib ia berwudlu'. (Riwayat Shahih Malik dan Syafie'ie).

Dengan keterangan ini bisa diketahui, bahwa persentuhan kulit lelaki dengan kulit perempuan yang bukan mahramnya itu nyata sekali membathalkan wudlu'. Inilah madzhab Imam Syafi'ie.

Bantahan firqah kedua:
Menurut pendapat yang sebenarnya, bahwa menyentuh perempuan itu tidak membathalkan wudlu', karena ada riwayat begini:
Artinya: Telah berkata 'Aisyah: Bahwasanya Nabi saw. pernah mencium salah seorang isterinya kemudian beliau shalat, sedang beliau tidak berwudlu' (lagi). (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasaie, Turmudzie)
dan
Artinya: Telah berkata 'Urwah: Telah berkata 'Aisyah: Bahwasanya Nabi saw. pernah mencium salah seorang isterinya, lalu beliau shalat, sedang beliau tidak berwudlu' (lagi). (HR. Ibnu Jarier)

Hadiets yang ke-9 dan 10 itu ada terdapat lemah pada isnadnya, tetapi walaupun begitu keadaannya masih boleh digunakan buat alasan, lantaran telah dikuatkan oleh hadiets-hadiets yang shahih, yang berikut sebagaimana di bawah ini.
Artinya: Telah berkata 'Aisyah: Saya pernah tidur di hadapan Rasulullah saw. sedang kedua kaki saya itu menghadap beliau, maka apabila sujud, beliau memecit saya, lalu saya menarik kaki saya, kemudian apabila beliau itu berdiri, saya ulurkan kedua kaki saya.
'Aisyah berkata : Bahwa rumah-rumah pada masa itu tidak berlampu.
(HSR. Bukharie)
dan
Artinya: Telah berkata 'Aisyah: Bahwasanya Rasulullah saw. pernah shalat, padahal saya tidur melintang di hadapan sebagaimana mayit, sehingga apabila beliau itu hendak bershalat witir, beliau menyentuh saya dengan kakinya. (HSR. Nasaie)

Artinya: Telah berkata 'Aisyah: Pada suatu malam saya kehilangan Rasulullah saw. dari tempat tidur, lalu saya meraba beliau di dalam gelap, maka terletaklah dua tangan saya di dua tapak kakinya yang tercacak, sedang ia di dalam sujud. (HSR. Muslim, Turmudzie dan Baihaqie)

Keterangan hadiets-hadiets yang tersebut itu telah diakui shahnya oleh ulama-ulama madzhab Syafi'ie, tetapi sayang, lantaran sudah terlanjur, maka mereka artikan begini: Bersentuhan yang terjadi di antara Nabi saw. dan isterinya itu boleh jadi dengan berlapis (lapik), atau hal itu hanya menjadi sebagai khushushiyah untuk Nabi saw. saja, ya'ni beliau jika menyentuh perempuan itu tidak bathal wudlu'nya. Adapun orang lainnya, maka bathallah.

Demikianiah ta'wil mereka. Pembaca bisa tau yang mereka tidak suka menerima hadiets-hadiets yang menerangkan tak bathalnya wudlu' dengan bersentuh.

Perkataan itu kami jawab: Bahwa anggapan yang tersebut itu tidak beralasan apa-apa, hanya dengan fikiran dan kemauan sendiri.
Kalau betul begitu, tentu Rasulullah saw. telah terangkan. Tetapi oleh karena beliau itu tidak menerangkan, maka mesti kita menetapkan, bahwa bersentuhan antara lelaki dan perempuan, walaupun tak beralas (lapik) itu, tak membathalkan wudlu'.

Dengan keterangan hadiets-hadiets yang tersebut pula, bisa diketahui, bahwa ayat yang pada nomor 1 itu maqsudnya bukan bersentuhan kulit lelaki dengan kulit perempuan, tetapi bersetubuh.
Kalau tidak begitu, tatkala bersentuhan dengan isterinya tentulah Rasulullah berwudlu' lagi, atau membathalkan shalatnya tatkala disentuh oleh isterinya.
Maka dari itu Ibnu 'Abbas mentafsirkan lafazh lams yang di ayat nomor 1 dengan arti bersetubuh.
Lihatlah tafsir Thabarie di juz 5, halaman 61.

Adapun keterangan yang ke-7 yang dibuat alasan oleh firqah yang kedua itu tidak sah, lantaran terdapat pada isnadnya
putus, yaitu bahwa Abdur-Rahman bin Abi Laila meriwayatkan hadiets dari Mu'az itu padahal belum pernah ia berjumpa dengannya. Dengan sebab begini riwayat ini tertolak, ya’ni tidak boleh digunaka buat alasan, dan walau riwayatnya itu shah, maka belum boleh juga dibuat daliel untuk bathal wudlu', lantaran orang yang bertanya kepada Rasulullah itu tidak menerangkan yang ia menyentuh perempuan itu ketika ia ada berwudlu'.

Adapun alasan mereka dengan keterangan yang ke-8 itu tidak boleh diterima, Jantaran yang demikian itu hanya perkataan seorang shahabi saja, sedang perkataan itu berlawanan pula dengan hadiets-hadiets yang telah tersebut di atas tadi.

Pendek kata pendapat kami, bahwa menyentuh perempuan itu tidak membatalkan wudlu', walaupun isteri sendiri atau perempuan lain. Inilah yang menjadi madzhabnya kebanyakan shahabat Nabi saw., 'Atha', Thawus, Masruq, Al-Hasanul-Bashrie, Sufyanuts-Tsauri, dan semua ulama-ulama ahlulbait, dan imam-imam Aba Hanifah, Abu Yusuf,  dan lain-lainnya dari ulama-ulama ahlul-ijtihad.

Sekarang ini kami akan menunjukkan pertanyaan kepada firqah pertama, begini: Darimana tuan-tuan berdaliel, bahwa bersentuhan dengan perempuan itu membathalkan wudlu' dan jikalau dengan mahram tidak bathal?
Md. Mm.
Buku: 1
Halaman: 53-59
Penjawab: Moh. Ma'sum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar