Laman

Perihal Najis Babi

SOAL:
Di dalam Kitab Soal Jawab, tuan ada sebut, bahwa daging babi itu najis buat dimakan. Maka najis yang tuan kehendaki itu adakah najis pada loghat atau najis pada Syara’?

Kalau tuan berkata, bahwa daging babi itu najis pada loghat, maka haruslah kita berpegang kepada najis yang dikehendaki oleh loghat, padahal najis yang dikehendaki oleh Syara’; yaitu kotor yang menegahkan shalat, sebagaimana tersebut dalam kitab kamus "Al-Mishbahul-Munir"?

Kalau tuan bilang, bahwa daging itu najis pada Syara', maka tidakkah menyalahi keterangan yang tersebut di kitab kamus itu, karena kamus itu mengatakan, bahwa najis itu ialah kotoran yang menegah shahnya shalat, sedang tuan berkata bahwa membawa daging babi ke dalam shalat itu tidak membathalkan shalat?

JAWAB:
Pertanyaan yang di atas itu, kalau diringkaskan dan ditambah dan dijadikan tujuh pertanyaan seperti yang tersebut di bawah inii, barangkali akan jadi terang dan mudah dijawab dan difaham:
a. Apakah yang dinamakan najis pada loghat?
b. Apakah yang dikatakan najis pada Syara’?
c. Apa arti najis dan rijis yang di dalam Quran?
d. Apakah dia barang-barang najis yang tak boleh dibawa shalat?
e. Apakah tiap-tiap barang yang haram dimakan itu, najis buat dibawa shalat?
f. Apakah wajib kita cuci badan atau kain kita yang kena bekas basah babi atau dagingnya?

JAWAB:
a. Najis pada loghat itu tidak lain melainkan barang yang kotor, maupun dipandang kotor oleh Agama ataupun tidak.

b. Najis pada pandangan Agama dan ulama Agama ada terbagi tiga:
Pertama, najis yang diperintah bersihkan badan daripadanya sebelum shalat.
Kedua, najis yang tak boleh dimakan.
Ketiga, najis di dalam i’tiqad, yaitu seperti i’tiqad orang Musyrik.
Yang ketiga itu dinamakan najis ma‘nawi, yaitu najis yang tak dapat dirasa dengan pancaindera.

c. Perkataan najis yang tersebut di dalam Quran hanya sekali saja, yaitu:
Artinya: "Orang-orang musyrik itu tidak lain melainkan najis." (Q. Al-Bara'ah 29)

Yang dimaqshudkan najis di sini ialah najis ma’nawi, yaitu i’tiqad mereka yang najis, bukan badan mereka.

Adapun perkataan rijs di dalam Quran, ada sepuluh kalimah, tersebut di sembilan tempat:
Di Al-Maidah 90, arak, judi, an-shab dan azlam dikatakan rijs.
Di Al-An’am 146, babi disebut rijs.
Di Al-A’raf 71, Al-Ahzab 33, pekerjaan yang jahat dinamakan rijs.
Di Al-Bara'ah 95, orang fasiq disebut rijs.
Di Al-Baraah 125, nifaq dinamakan rijs.
Di Al-An’am 126, Yunus 100, kekufuran dipandang rijs.
Di Al-Hajj 30, berhala dikatakan rijs.

Dari itu sekalian, dapatlah kita tentukan, bahwa makanan dan minuman yang terlarang, pekerjaan dan 'itiqad yang jahat, berhala dan sebagainya itu disebut rijs, ya’ni kotor.

Tidak sekali-kali dapat dikatakan rijs itu barang kotor atau najis yang wajib kita cuci tangan kalan kita pegang.

Orang yang menentukan rijs dengan ma’na najis yang tak boleh dibawa shalat itu perlu beri keterangan.


d. Sepanjang pemeriksaan dan pendapat saya, tidak ada satupun Ayat, Hadiets dan Riwayat yang dengan tegas, melarang atau membathalkan kita membawa atau terbawa sesuatu barang yang najis kedalam shalat.

Tetapi ada beberapa Hadiets dan Riwayat yang menyuruh kita membersihkan badan dan pakaian daripada kencing, tahi, madzi, darah haidl,darah nifas.

Lain dari lima itu, belum saya jumpa ada yang perlu dicuci berhubung dengan shalat.

Lima macam kotoran itupun belum ada keterangan yang mengatakan tidak shah shalat kalau kita bawa atau terbawa ke dalam shalat.

Lima macam kotoran itu kita namakan najis pada loghat dan najis pada Agama, karena pada adatnya benda-benda itu manusia pandang kotor, dan menurut Agama, kita perlu bersihkan sebelum shalat.

e. Tidak ada satupun keterangan dari Quran atau Hadiets yang mengatakan tidak shah shalat seseorang yang membawa atau terbawa barang yang haram dimakan.

Kita mesti ingat, bahwa tidak boleh seseorang mengharamkan atau membathalkan sesuatu melainkan dengan keterangan yang shah dari Agama.

f. Saya belum dapat satu keterangan dari Quran atau Hadiets yang mewajibkan kita mesti cuci badan atau pakaian yang kena bekas basahnya babi atau bekas basah dagingnya.

Mewajibkan, mengharamkan atau menajiskan sesuatu itu perlu kepada keterangan.

Berdosa orang yang menetapkan sesuatu dengan tidak ada keterangan.

Kalau kita mau najiskan babi lantaran Quran mengatakan rijs, niscaya lebih perlu pula kita najiskan orang musyrik, orang kafir, dan orang munafiq, karena mereka ini juga dikatakan najis dan rijs oleh Quran.

Tuan ada terangkan, bahwa kamus Al-Mish-bahul-Munir menganggap najis itu ialah barang-barang yang menegahkan shahnya shalat.

Anggapan kamus itu tidak beralasan dengan Quran atau Hadiets, hanya beralasan dengan ketetapan ulama-ulama fiqh yang juga tidak beralasan,

Kebanyakan ‘ulama’ fiqh menetapkan bahwa tiap-tiap yang haram dimakan itu najis dipegang, padahal racun, dan daun-daun kayu yang memabukkan itu tidak mereka najiskan.

Candu dan opium itu tidak mereka najiskan, sedang barang-barang ini juga haram dimakan.

Ringkasnya:
Najis pada loghat itu ialah kotor.
Najis pada Syara’ itu ialah:
1. kotor yang perlu dibersihkan sebelum shalat,
2. kotor yang tak boleh dimakan,
3. kotor di dalam hati, yaitu seperti i’tiqad orang musyrik.

Adapun daging babi itu najis pada Syara’, masuk bahagian kedua, yaitu najis yang tak boleh dimakan; dan bukan najis pada loghat, karena manusia tidak memandang babi najis, melainkan orang Islam, lantaran diharamkan oleh Agamanya.
A.H.
Buku: 1
Halaman: 36-39
Penjawab: A. Hassan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar